MOROTAI, PNc—Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabaupaten Pulau Morotai, Heru Agung Santoso, mengungkapkan, sepanjang dua tahun terakhir (2018-2019), presentase penduduk miskin di Kabupaten Pulau Morotai justeru menanjak.
Merujuk data BPS, kata Heru, tahun 2018, penduduk miskin di Morotai sebesar 7,16 persen. Dengan garis kemiskinan perkapita per bulan Rp249.242 ribu. Sedangkan tahun 2019, penduduk miskin meningkat menjadi 7,27 persen, dengan garis kemiskinan per kapita per bulan Rp265. 761 ribu.
Terkait hal tersebut, Heru mengungkapkan, beberapa faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Pulau Morotai. “Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, dan non makanan, yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung headcound index, yaitu presentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Dan salah satu faktor yang memengaruhi itu adalah terjadinya penurunan harga kopra. Dan kenaikan harga sembako juga yang ikut berpengaruhi terhadap angka garis kemiskinan,” ungkap Heru, ketika dikonfirmasi di kantornya, Rabu (23/06/2020).
Menurutnya, metode yang digunakan untuk menghitung garis kemiskinan itu ada dua komponen. Aiantaranya Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
“Metode yang digunakan adalah menghitung garis kemiskinan (GK). Terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawa garis kemiskinan,” ucapnya.
Masih Heru, data yang dikumpulkan itu, persatu tahun sekali dalam kegiatan survei nasional. “Datanya dikumpulkan saat kita turun di bulan Maret setiap tahun berjalan pada kegiatan surveai nasional. Untuk 2020, nanti dilaksankaan proses perhitungan melalui BPRI pusat,” jelasnya.
Sedangkan untuk sensus, tambah dia, sistem pengambilan data dilakukan per 10 tahun sekali. “Untuk sesus, dilakukan 10 tahun sekali. Kalau tahun 2020, sudah dilakukan sesuai tahap pertama secara online. Nanti bulan September 2020, akan dilaksanakan lagi, untuk menyisir penduduk yang data mereka belum terinput pada database sensus penduduk,” tuntasnya.(lud)
Komentar