Oleh: H. Rustam Nur, S.Hut, M.Si *)
PERINGATAN Hari Bakti Rimbawan dirayakan setiap tahun sebagai tanda lahirnya Departemen Kehutanan saat itu setelah berpisah dari Departemen Pertanian pada tanggal 16 Maret 1983. Hari Bakti Rimbawan bagi jajaran Kemntrian Lungkungan Hidup & Kehutanan dijadikan sebagai tonggak konsolidasi para rimbawan di seluruh Indonesia untuk kembali menguatkan komitmen dan kesadaran dalam berkarya dan membangun hutan dan kehutanan Indonesia.
Biasa dijadikan oleh para rimbawan untuk melakukan refleksi diri, menggali inspirasi, motivasi dan berbagai inovasi dalam kiprah kerja di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, dimanapun bertugas sembari bersujud dan berdoa bagi rekan-rekan yang gugur dalam menunaikan tugas negara sebagai perimba.
Bentuk nyata dari pemaknaan atas komitmen sebagai pejuang bangsa yang penuh keberanian dan berdedikasi dalam menjaga lingkungan dan hutan demi masa depan manusia dan seluruh bangsa Indonesia, masih harus terus diuji dan harus dapat dibuktikan.
Rimbawan menganggap dirinya sebagai perwira yang memandang hutan sebagai “maha taman tempat kita bekerja”, sebagaimana penggalan kalimat pada “Mars Rimbawan”.
Secara filosofis, pemaknaan rimbawan adalah sebagai penjaga keseimbangan alam, dimana rimbawan berharap semua umat manusia tidak boleh hanya bisa mengambil saja dari alam (hutan), tetapi juga harus mampu memberi ruang baginya untuk mampu memulihkan diri dan kuat berdiri kokoh sesuai daya dukung untuk kesejahteraan umat manusia.
Rimbawan saat ini sedang mengurus, menata dan mengembalikan fungsi alam dari keberadaan hutan, melakukan tata kelola hutan sesuai fungsi dan peruntukannya. Tanpa mendikotomikan antara investasi dan lingkungan, riimbawan saat ini harus mampu menyatukan nafas antara perlindungan dan pengelolaan.
Disatu sisi rimbawan dituntut untuk memberikan perlakuan corrective action terhadap banyak kondisi, disisi lainnya harus dapat memulihkan fungsi- fungsi dari elemen lingkungan hidup yang menurun kualitas daya dukungnya.
Keberadaan lahan kritis, degradasi hutan dan lahan, bencana alam banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, kekeringan, krisis air, krisis pangan, krisis energi, mewabahnya penyakit menular, pencemaran air, pencamaran udara, persampahan, dll bukanlah menjadi sebuah dinding kendala. Tanpa menyalahkan sistem dan pembangunan sektor lainnya, disitulah rimbawan bekerja, memperbaiki, menata dan mengelola SDA dengan prinsip sustainable forest resorce.
Rimbawan adalah seseorang yang mempunyai pendidikan kehutanan dan atau pengalaman di bidang kehutanan dan terikat oleh norma-norma sebagai berikut (Kode Etik Rimbawan):
1.Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman.
3.Menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumberdaya hutan dan sosial budaya setempat.
4.Bersikap obyektif dalam melaksanakan segenap aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti.
5.Menguasai, meningkatkan, mengembangkan, mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.
6.Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelematan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada.
7.Berprilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggung gugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya dalam mengemban profesinya.
8.Bersikap tegar, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhinya baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
9.Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (publik interest) saat ini dan generasi yang akan datang, di atas kepentingan-kepentingan lain.
10.Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan.
Menurut Prof. Dr. Ir Hasanu Simon’, seorang Guru Besar Ilmu Perencanaan Hutan di Fahutan, UGM. Beliau – yang namanya sudah tak asing lagi di jagad kehutanan Indonesia (para rimbawan) beliau mengatakan bahwa rimbawan Indonesia perlu dan mutlak menguasai enam ilmu dasar kehutanan sebagai acuan dalam mengelola hutan Indonesia antara lain: Ilmu Ukur Kayu, Metoda Inventore Hutan, Sistem-Sistem Silvikultur, Eksploitasi Hasil Hutan, Tata Hutan dan Ilmu Perhitungan Etat. Hancurnya hutan Indonesia salah satunya disebabkan karena para rimbawannya tidak menguasai hakikat/roh/jiwa dari ke-enam ilmu dasar tersebut.
Setelah mengkritik pengelolaan hutan di Indonesia, Sebagai seorang Rimbawan sejati Prof. Simon menyumbangkan pemikiran mengenai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkan pembangunan hutan nasional yang berkelanjutan antara lain:
1.Pembentukan undang-undang kehutanan baru yang menganut paradigm social forestry, dan dengan sendirinya menitikberatkan kepentingan daerah sesuai dengan undang-undang otonomi daerah
2.Depolitisasi pengelolaan hutan di semua tingkat, mulai dari Departemen sampai tingkat distrik, dengan menekankan perlunya menempatkan ‘the right man in the right place’.
3.Perlu disusun rencana pembangunan hutan yang bersifat terpadu (integrated), bottom up, menyeluruh (holistic), dan secara akademik dapat dipertanggungjawabkan.
4.Pembinaan SDM kehutanan yang professional, dan dilandasi oleh jiwa rimbawan, kejujuran dan etos kerja yang kuat.
Sumber daya hutan memiliki dua peran utama. Pertama peran hutan dalam pembangunan ekonomi terutama dalam menyediakan barang dan jasa, yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional, daerah dan masyarakat. Kedua adalah peran hutan dalam pelestarian lingkungan hidup dengan menjaga keseimbangan sistem tata air, tanah dan udara sebagai unsur utama daya dukung lingkungan dalam sistem penyangga kehidupan.
Peran sumber daya hutan di atas, diwujudkan melalui pengelolaan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi, secara bijak dan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hutan sebagai sumber penghasil berupa kayu dapat dilakukan pada hutan produksi. Sedangkan hutan konservasi dan hutan lindung berfungsi sebagai kawasan lindung yang memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Peringatan Hari Bakti Rimbawan tahun 2022 mengusung tema “Rimbawan Menjaga Lingkungan, Menyukseskan Presidensi G20 Indonesia.”
Hari Bakti Rimbawan ini mengamanatkan kepada para rimbawan untuk lebih bekerja keras dalam pelaksanaan tugas mengelola sumber daya alam agar kelestarian alam dan lingkungan hidup tetap terjaga.
Rimbawan juga harus memberikan manfaat kepada masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan sekaligus bagi generasi mendatang.
Tanggung jawab untuk menyelamatkan hutan terletak di pundak kita. Selamat Hari Bakti Rimbawan ke-39 tahun 2022. (No Forest No Future). Salam Rimbawan.
*) Penulis adalah Mantan Kadis Kehutanan Kab. Halmahera Timur, Alumni Fahutan Unhas Makassar & Alumni Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Komentar