oleh

KPK Didesak Uji Unsur Tipikor dan Potensi Penyalahgunaan Wewenang Gubernur Sherly

banner

TERNATE, PNc—Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, belakangan ini sibuk mengklarifikasi segudang pemberitaan tentang isu-isu kasus pertambangan di Maluku Utara di media massa nasional dan Kanal Youtube. “Kegaduhan” publik mempertanyakan benar-tidaknya kepemilikan saham Sherly Tjoanda sebagai gubernur di salah satu perusahaan tambang, PT. Karya Wijaya, terjawab sudah.

Melalui kanal Yotutube Denny Sumargo, 19 November 2025 lalu, gubernur Sherly mengakui semua kepemilikan sahamnya, termasuk di sejumlah perusahaan tambang lain yang terafiliasi—merujuk rilis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

banner

Meskipun pengakuan itu disandarkan pada harta ‘turun waris’, namun harta berbentuk saham itu telah berada di sejumlah perusahaan tambang atas namanya sendiri. Bahkan data digital MODI Kementerian ESDM menunjukan, kepemilikan saham Sherly Tjoanda Laos mencapai angka 71 persen, atau saham mayoritas.

Merespon klarifikasi gubernur Sherly tersebut, JATAM bahkan menilai, bahwa provinsi dengan pengawasan tambang yang lemah seperti di Maluku Utara ini, kepentingan bisnis pejabat publik justru menjadi isu serius terkait tata kelola pertambangan, maupun pemerintahan Maluku Utara (pengawas utama) di daerah terhadap kasus-kasus pertambangan.

Bahkan JATAM menyebut, bahwa Maluku Utara sedang berada dalam situasi darurat tata kelola pertambangan. Hal ini menyusul temuan terbaru JATAM, yang mengungkap kerusakan lingkungan, kriminalisasi warga, serta konflik kepentingan, yang menyerat perusahaan-perusahaan besar nikel di Halmahera. Bahkan berperkara hingga ke pengadilan di Jakarta saat ini, terkait tumpang-tindih konsesi lahan, atau dugaan caplok-mencaplok.

Mencermati hal tersebut, Direktur Indonesia Anti-Corruption Network (IACN), Igrissa Majid, bahkan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan untuk segera melakukan tindakan hukum, guna menguji adanya unsur Tipikor. Dengan fokus pada potensi dugaan penyalahgunaan wewenang gubernur. Hal ini sehubungan dengan penerapan konsep Beneficial Owner (BO), atau penerima manfaat oleh pemilik saham (gubernur Sherly), yang bertalian erat dengan dugaan konflik kepentingan.

“Pernyataan gubernur Maluku Utara, bahwa tidak ada konflik kepentingan adalah naif, dan ahistoris terhadap sejumlah kasus korupsi serupa di Indonesia. Penerapan konsep BO sangat efektif membongkar kedok kepentingan sejati dibalik klaim ‘turun waris’,” tersebut, tegas Igrissa.

Igrissa juga memaparkan, posisi gubernur Sherly tidak hanya terkait konflik kepentingan, tapi juga memenuhi kriteria sebagai Beneficial Owner (Penerima Manfaat) yang berpotensi menjeratnya dalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Alasan ‘turun waris’ perlu dikoreksi. Hukum itu memandang substansi. Selama ia memegang saham, dan memiliki kepentingan ekonomi di perusahaan yang bidang usahanya beririsan dengan kewenangannya, maka konflik kepentingan itu nyata,” ucap Igrissa.

Igrissa menambahkan, klaim tidak ada konflik kepentingan dapat dibantahkan dengan menerapkan konsep Beneficial Ownership (BO), yang diatur dalam Perpres No. 13 Tahun 2018. Gubernur Sherly dinilai memenuhi kriteria sebagai BO, karena memiliki kendali atas korporasi dan berhak menerima manfaat dari perusahaan tambang tersebut.(red/tim/ist/rls)

banner

Komentar