TERNATE, PNc—Teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), yang digunakan Harita Nickel saat ini, telah menempatkan koorporasi PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) beserta seluruh entitas perusahaannya, diposisikan sebagai jawara tambang nikel dunia yang beroperasi di Indonesia. Tepatnya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Teknologi High Pressure Acid Leaching ini, memang telah diterapkan di berbagai perusahaan tambang dunia. Namun tak sedikit yang gagal memanfaatkan kecanggihan alat berupa fasilitas olahan turunan nikel ini, menjadi produk yang memiliki nilai strategis.
Dan di Indonesia, baru Harita Nickel yang saat ini beroperasi di Pulau Obi, dibawah kendali anak perusahaan PT. Trimegah Bangun Persada, yakni PT. Halmahera Persada Lygend, yang sukses mengolah limonit, atau bijih nikel kadar rendah menjadi produk turunan bernama Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Dan MHP inilah yang kemudian diekstrak kembali untuk memisahkan dua material penting terintegrasi di dalam MHP ini, berbentuk kristal nickel suflat dan cobalt sulfat. Dua elemen penting pembentuk katoda baterai kendaraan listrik.
Begini cara kerjanya. Proses produksi diawali dengan tahap persiapan yakni mencairkan bijih nikel kadar rendah yang tadinya berbentuk tanah. Kemudian, bahan masuk ke tahap high pressure acid leaching menggunakan asam sulfat dan steam atau uap bertemperatur tinggi.
Pada tahap ini, produk masuk ke dalam tabung bernama autoclave. Setelah itu, nikel masuk ke tahap netralisasi dan sejumlah proses lainnya dengan tujuan membuang bahan-bahan yang tidak diperlukan.
“Setelah melalui proses MHP, kita akan melalui proses yang namanya solvent extraction untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat. Kemudian larutan nikel sulfat dan kobalt sulfat akan kita proses kembali menggunakan proses kristalisasi, sehingga mendapatkan kristal nikel sulfat dan kobalt sulfat seperti yang sudah kita lihat,” ungkap Deputy Department Head of Nickel Sulphate and Acid Plant Harita Nickel, Roy Martua Sigiro, sembari mengatakan, penerapan teknologi HPAL memberi manfaat sangat besar, karena mampu mengubah nikel kadar rendah (limonit) menjadi bahan lebih bernilai.
Ia menjelaskan, kristal nikel sulfat dan kobalt sulfat yang dihasilkan, akan dijual sesuai ukurannya. Nah, untuk sampai jadi baterai listrik, nikel sulfat harus melewati sejumlah tahap lagi.
“Setelah dari kobalt sulfat dan nikel sulfat akan menuju ke prekursor baterai, setelah itu katoda baterai. Jadi kalau bisa saya bilang produk yang dihasilkan Harita Nickel sudah berada setengah jalan untuk mencapai baterai listrik,” tandas Roy.(red/tim/rls/ist)
Komentar