TERNATE, PNc—Ribut-ribut soal izin sejumlah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Maluku Utara, belakangan ini ramai diperbincangkan. Terlebih lagi, ada polemik mencuat terkait izin operasi salah satu perusahaan tambang, yang disebut-sebut milik orang nomor satu di Maluku Utara, yakni gubernur Sherly Tjoanda Laos. Termasuk mayoritas kepemilikan sahamnya.
Belum lagi pengusaha lain yang juga diduga menempuh jalur instan guna memperoleh “lampu hijau” untuk mengeruk material tanah, merusak kawasan konservasi, membabat lahan warga, hingga nyaris menenggelamkan pulau-pulau kecil di wilayah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Maluku Utara.
Hal ini, bukan soal legal atau ilegal. Namun prosedur perizinan, yang sekarang ini telah diambil alih pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM. Tentu diperlukan “sulap dan nota sakti” pejabat yang berkuasa, dan pihak berwenang di Maluku Utara, guna memuluskan prose-proses perizinan tersebut. Karena dari proses itulah, dugaan potensi korupsi masif berjamaah itu muncul.
Demikian, diutarakan Dewan Pengurus Daerah Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Maluku Utara (DPD PA GMNI MALUT), sebagaimana rilis yang diterima redaksi Piling News.com, Selasa (28/10/2025).
GMNI Malut meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Maluku Utara (Kejati Malut) yang baru, Sufari, agar membawa semangat baru memberantas Izin Usaha Pertambangan (IUP) ilegal, sebagaimana Kejaksaan Agung yang juga tengah fokus memberantas kejahatan pertambangan atas dasar intruksi Presiden Prabowo Subianto. Merugikan negara dan rakyat ratusan triliunan rupiah di seluruh Indonesia.
Ketua Harian GMNI Malut, Mudasir Ishak mengungkapkan, Kajati baru harus mampu membuktikan perintah presiden dan Kepala Kejaksaan Agung. Bahwa selain membawa misi penegakan hukum tindak pidana korupsi, juga harus menegakan hukum total terkait izin-izin pertambangan, yang secara ilegal beroperasi di Halmahera. Apalagi sudah terlanjur merusak lingkungan. “Beliau harus menjadikan atensi soal tambang-tambang ilegal ini, sebagaimana perintah kepala negara”, tegas Mudasir.
GMNI Malut juga kata Mudasir, mendesak Kajati, menguji kepatutan perintah hukum konstitusi terhadap UU Nomor 1 Tahun 2014, dan implementasi perintah Mahkamah Konstitusi (MA) Nomor: 35/PUU-XXI/2023. Adalah melarang keras pertambangan di pulau kecil, dalam hal ini Pulau Gebe Halmahera Tengah. Yang saat ini “diserang” kurang lebih 8 (delapan) perusahaan dengan izin pertambangan nikel.
“Kami tidak pertanyakan soal kelengkapan administrasi tambang yang dipenuhi pihak perusahan. Tetapi kami menyoroti perintah konstitusi yang harus dipatuhi. Karena kita negara hokum”, jelas Mudasir.
“Kami yakin dan percaya, Kepala Kejaksaan Tinggi yang baru di Maluku Utara, akan mampu membuktikan kegelisahan publik terkait penegakan hokum. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi beliau, dan kami mengucapkan selamat datang di negeri para sultan ini”, tutup Mudasir.(red/tim/rls)





























Komentar