oleh

Rehab Rumdis Gubernur Tabrak Perpres, Merlisa: Swakelola Tipe IV Itu Untuk Masyarakat, Bukan Pejabat Pemerintah

banner

TERNATE, PNc—Silang pendapat tentang mekanisme swakelola terkait regulasi untuk rehabilitasi pembangunan rumah dinas gubernur Maluku Utara di Gosale Puncak, Sofifi, senilai Rp8.854.900.000, terus mencuat.

Sorotan tajam kali ini, datang dari Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara, Merlisa Marsaoly. Menurutnya, mekanisme pekerjaan tersebut tidak bisa masuk kategori swakelola, karena jelas-jelas menabrak Peraturan Presiden (Perpres)  Nomor 46 Tahun 2025, Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018, Tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintan, dan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola.

banner

“Tercantum di Perpres Nomor 46 Tahun 2025 Pasal 47 sudah sangat jelas, bahwa pelaksanaan swakelola tipe I sampai IV itu, telah jelas dengan ketentuan-ketentuannya. Apalagi pada Pasal 47 Nomor 4,  metode swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan kontrak PPK dengan pimpinan kelompok masyarakat,” jelas Merlisa.

Kemudian, lanjut Merlisa, hal ini diperjelas lagi dengan Praturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola Pasal 5, yaitu penyelengaraan beradasarkan tipe swakelola meliputi tipe 1, 2, 3 dan 4.

Dan pada Pasal 5 Poin (d) tipe IV, yaitu swakelola yang direncanakan oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah, penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan kelompok masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi kelompok masyrakat pelaksana swakelola.

Bahkan kata Merlisa, tercantum lebih detail lagi pada lampiran LKPP Nomor 3 tahun 2021 pedahuluan nomor 1.4. Bhawa kriteria dimaksud swakelola tipe IV  pada huruf (a) sampai (i) point (1). Yaitu Barang/jasa yang pelaksanaan pengadaannya memerlukan partisipasi masyarakat. Dan dalam hal pengadaan yang memerlukan partisipasi masyarakat tersebut, dapat berupa pembangunan fisik maupun non fisik.

Dijelaskan, bahwa pembangunan fisik dapat berupa pekerjaan konstruksi sederhana, yang hanya dapat berbentuk rehabilitasi, renovasi, dan konstruksi sederhana. Konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana, dibangun oleh kementerian/lembaga/perangkat daerah, dan penanggung jawab anggaran, untuk selanjutnya diserahkan ke kelompok masyarakat penerima sesuai peraturan perundang-undangan.

Merlisa juga mencontohkan, pembangunan/pemeliharaan jalan desa/kampung, pembangunan/pemeliharaan saluran irigrasi mikro/kecil, pengelolaan sampah di pemukiman, pembangunan sumur resapan, dan pembuatan gapura atau pembangunan/peremajaan kebun rakyat.

Pada poin dua juga dijelaskan tentang peningkatan pembangunan non fisik, yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Misalnya, pelayanan peningkatan gizi keluarga di posyandu, pelayanan kesehatan lingkungan, atau peningkatan kualitas sanitasi sederhana.

“Intinya, swakelola dengan metode tipe IV itu, diusulkan dan diperuntukan bagi masyarakat, bukan untuk dan digunakan oleh pemerintah atau pejabat pemerintah,” terang Merlisa.

Lebih jauh Merlisa memaparkan, bahwa sudah jelas, yang dimaksud swakelola serta latar belakang, pengertian swakelola dan tujuan swakelola mengunakan beberapa metode tipe swakelola yang diterapkan sekarang itu, tidak sesuai Peraturan Presiden tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dan peraturan LKPP.

“Untuk kami Komisi III meminta Kepala Biro BPBJ dan Kadis PUPR untuk membatalkan dan mengevaluasi kembali pekerjaan tersebut, untuk ditenderkan sesuai peraturan yang berlaku. Dan kami akan berkoordinasi langsung bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LKPP) setelah masa reses,” ungkap Merlisa.

Karena dinilai keliru, maka Komisi III DPRD Malut juga meminta gubernur Sherly Tjoanda Laos, agar mengevaluasi kembali Kepala Bagian Pengelolaan Barang dan Jasa pada Biro PBJ Sekretariat Daerah Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara, Hairil Hi. Hukum.(red/tim/rls)

banner

Komentar