SOFIFI, PNc–Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Maluku Utara (BPK Malut) menemukan sejumlah kegiatan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut tidak diyakini kewajarannya.
Beberapa catatan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Malut Tahun Anggaran 2022, salah satunya terkait belanja barang senilai Rp186 miliar yang belum dapat dipertanggung jawabkan.
Selain belanja barang yang tak didukung dengan bukti yang jelas, ada pula dalam catatan BPK, ditemukan pula belanja aset tetap senilai Rp224 miliar berupa tanah, bangunan, mesin dan proyek irigasi yang tidak dapat ditelusuri dokumen sumbernya.
Atas masalah ini, Ketua Pemuda Solidaritas Merah Putih (PSMP) Maluku Utara, Mudasir Ishak mendesak gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) mencopot Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Malut, Ahmad Purbaya.
Menurutnya, temuan BPK Perwakilan Maluku Utara atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Malut Tahun Anggaran 2022, menjadi bukti, Ahmad Purbaya tidak becus dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala BPKAD Malut.
“Status Opini WTP Pemprov Malut yang turun menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) di tahun 2022, menjadi bukti bahwa pengelolaan keuangan dan aset Pemprov tidak baik-baik saja,” ungkap Mudasir.
Selain itu, lanjut Mudasir, temuan lainnya soal belanja perjalanan dinas , belanja honorarium, dan belanja bantuan langsung kepada masyarakat senilai Rp11,3 miliar yang belum didukung dengan alat bukti yang sah juga patut dipertanyakan.
“Terkait permalasahan penggunaan anggaran yang yang tidak dapat dibuktikan secara fisik sehingga menjadi temuan BPK ini perlu diseriusi terutama pihak penegak hukum di Maluku Utara,” ujarnya.
Sekedar diketahui, sejumlah temuan yang ada, BPK merekomendasikan kepada gubernur agar memerintahkan kepada para pimpinan OPD dan bendahara untuk melakukan pengembalian temuan.
Selain itu BPK juga merekomendasikan kepada Pemprov terutama para OPD agar segera membuat pengakuan utang yang saat ini belum dibayar.
Utang daerah yang tidak didukung dengan pengakuan utang dari OPD senilai Rp59 miliar, terdiri dari bantuan langsung dan belanja percepatan penanganan Covid-19, tidak didukung dengan bukti pelaksana kegiatan yang jelas.(red/tim/fms)
Komentar