oleh

Komisi II Dekab Haltim Stuban ke Halut Terkait Pengelolaan PAD

banner

TOBELO, PNc—Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), melakukan studi banding (Stuban) ke Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara (Halut) terkait pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ketua Komisi II DPRD Haltim, Mursid Amalan saat diwawancarai usai pertemuan mengatakan, studi banding tentang kompensasi yang mengatur pembangunan daerah di kontrak karya ini bertepatan juga dengan di Daerah Haltim karena adanya juga satu perusahan Weda bay nikel yang beroperasi di Daerah tersebut.

banner 500x500 banner 500x500 banner 500x500

“Pada saat rapat dengan Sekda Halut tadi, bahwa ada regulasi yang mengatur jadi kontribusi itu tidak dilakukan pungutan lagi,” katanya, Senin (14/06/2021).

Untuk solusinya ujar Mursid, masih dilakukan lobi-lobi dan penjagatan dengan pihak perusahaan, sehingga itu, studi banding di Halut bisa juga diterapkan di Haltim. Sebab, Weda bay juga regulasinya tidak diterapkan lagi.

Hal itu kata Dia, itu sudah tidak bisa lagi karena ketentuan regulasinya sudah tidak diperbolehkan. Dulunya masih ada, namun saat ini sudah tidak bisa lagi.

“Jadi harapan kita kedepan ya muda mudahan bisa ada niat baik dari perusahaan untuk membantu pemerintah daerah dalam proses pembangunan daerah,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Halut, Drs Erasmus Jhosep Papilaya mengatakan, studi banding yang dilakukan DPRD Haltim ke Pemkab Halut itu terkait dengan pengelolaan PAD.

“Kami menerima kunjungan dari Komisi II DPRD Haltim, mereka ingin mendapatkan informasi terkait pendapatan asli daerah dan juga pengelolaan PAD yang ada hubungannya dengan perusahan pertambangan,” tukasnya.

Orang nomor tiga yang baru dilantik ini juga menjelaskan, Daerah yang termasuk dalam tambang seperti Halut dan Haltim tentu saling mentransformasikan informasi sebagaimana perusahaan yang mengelola hasil bumi di Daerah yang  memberikan sesuatu yang dinamakan konstribusi atau partisipasi, pada intinya ada pemasukan ke daerah sebagai bagian daripada potensi perusahan yang mengelola sumber daya alam.

“Nampaknya hampir sama, semua harus mengarah ke Kementrian ESDM karena pertambangan punya urusan di sana, komunikasi harus dibangun dan kita komitmen baik Haltim maupun Halut harus intens dengan ESDM. Hal lain, sebenarnya orang yang bekerja di perusahaan tambang daerah lain tidak perlu menggantikan KTP mereka, hanya dengan membawa KTP dari daerah asal. Karena itu, dengar dengar informasi harus ganti KTP, nanti kami komunikasi dengan management dan Dinas terkait agar supaya tidak perlu mengganti KTP mereka lagi,” pungkasnya.

Ia juga memaparkan, solusi yang disepakati bahwa Halut dan Haltim sama sama berkomitmen, karena partisipasi sudah tidak memungkinkan dan konstribusi juga sudah tidak lagi diberlakukan, semua beralih ke royalti agar bukan saja royalti sesuai regulasi untuk partisipasi dan konstribusi itu harus bangun komitmen dengan pihak perusahaan.

“Seharusnya kalau sesuai regulasi hal ini harus terlaksana dengan baik karena itu adalah kewajiban perusahan.Kami harapkan perusahaan itu bisa memahami bahwa daerah butuh partisipasi dari perusahaan yang mengelola kekayaan alam daerah yang ada, kalaupun ada regulasi yang harus kita lakukan sama sama kita dudukan regulasinya sehingga ada saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat dalam hal ini diwakili oleh Pemda,” tandasnya.

Sekedar diketahui, dalam studi banding DPRD Haltim dari Komisi II minus Bahmid Djafar dari Partai Hanura, Ketua Komisi, Mursid Amalan, SP, dari Partai PKPI, H. Muhammad Daud Ali, SE, dari PDI-P, Basir Taher, S. Sos, dari Partai Golkar, Latif Mole, SH, M. Si, dari Partai Gerindra, dan Muhammad Sahbudi Dermawan dari Partai Garuda.(utm)

banner

Komentar