TERNATE, PNc-Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate disaat turun melakukan inspeksi mendadak (Sidak) menemukan pusat kuliner Ternate Bacamu diduga ilegal. Pasalnya, bangunan yang di dalamnya terdapat gerai kuliner ini, tidak memiliki izin lingkungan. Bahkan, pengelolaan limbah tidak profesional dan berdampak lingkungan terhadap masyarakat di sekitar situ.
Kepala Dinas DLH Kota, Ternate Tony S Pontoh mengatakan, tidak ada pengelolaan limbah berupa instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). yang tersedia hanya berupa sistim resapan. Sehingga, terjadi rembesan dan berdampak pada wagra disekitar.
“Kami terima laporan dari warga, pusat kuliner ini telah meresahkan. Karena itu kami turun menemui langsung pengelola. Dan ternyata, memang tempat usaha ini tidak memiliki Ipal, sehingga menimbulkan masalah lingkungan,” kata Tony.
Tony menuturkan, beberapa kepala bidang dan staf lalu menemui pengelola Harian Bacamu Humaira. Dalam pertemuan yang singkat itu, terungkap selama ini pihak Bacamu tidak memiliki itikad baik untuk mengurus izin lingkungan. Sampai meresahkan warga, sebab selain masalah limbah warga juga mengeluhkan tingkat kebisingan, akibat bunyi musik yang terlalu. Selain DLH rapat ini juga dihadiri langsung Lurah Takoma Mimi Rahman.
Kata Mimi, keluhan warga ini disampaikan sejak tempat usaha ini pertama beroperasi. Setelah dihubungi pihak koordinator pengelola Surahmin, tidak menindaklanjuti secara serius. Bahkan surat keterangan usaha (SKU) sebagai sarat pengajuan permohonan izin juga belum ada.
Dikatakannya, problem sebelum memproses SKU kata Lurah, harus ada keterangan tidak keberatan dari warga sekitar yang dibuktikan dengan yang datangan. Masalahnya kemudian, warga menolak untuk memberikan tandatangan. Sehingga SKU juga tidak bisa diproses. Namun, Leli Salmon, warga sekitar Bacamu yang juga hadir sebagai perwakilan. Masyarakat keberatan memberikan tandatangan lantaran pihak pengelola cuek dengan apa yang menjadi tuntutan masyarakat. Terutama suara musik yang tidak diatur. “Sikap pengelola juga dianggap pandang enteng warga setempat,” tuturnya.
Tony lalu memberikan warning keras kepada Humaira, selaku pengelola harian. Dalam waktu lima hari terhitung sejak kemarin. Untuk menyelesaikan masalah dengan warga dan mendapatkan SKU untuk disampaikan permohonan izin ke DLH. Jika sampai lima hari belum ada permohonan yang masuk ke DLH, maka pihaknya langsung menutup paksa Bacamu.
“Saya berikan waktu kepada Bacamu, sampaikan ke pemilik atau manager dalam waktu lima hari. Jika tidak, maka terpaksa kami tutup. Hari ini kami sudah bawa draf tutup paksa sementara usaha ini. Tapi saya belum tandatangani, saya kasih keringanan dan segera diselesaiakan,” tegasnya sambil menunjukan draf surat tutup paksa.
Dikatakannya, awal bangunan ini dibangun dengan skala 490 meter persegi. Dibawa standar izin UPL-UKL. Namun belakangan telah diperbesar menjadi 1300 meter persegi. Telah melewati ketentuan harus menggunakan izin lingkungan dengan standar bangunan usaha 500 meter persegi. Anehnya bangunan ini setelah diperbesar dan beroperasi sejak bulan september. Namun tidak mengurusi izin lingkungannya.
“UPL yang nanti dibangun untuk kelayakan dari jenis usaha maupun luasan, itu nanti akan diputuskan setelah ada kajian pokja yang terdiri dari instansi terkait. Jika permohonan sudah masuk maka langsung diproses, termasuk dengan masalah tingkat kebisingan. Harus diukur suara musiknya, standar kelayakan folume. sehingga tidak sampai menggagu warga sekitat,” tuturnya.
“Kami tidak ingin investasi ini ditutup, karena masalah lingkungan. Tetapi pihak pengusaha juga harus tau diri dan menaati ketentuan. Jika tidak maka DLH tidak akan tolerir,” tandasnya.(tye)
Komentar