MOROTAI, PNc—Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Tuna Pasifik (ANTP), Senin (20/07), menggelar aksi di depan kantor bupati dan DPRD.
Massa mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) segera mencari solusi untuk menaikan harga ikan tuna, karena dengan adanya keberadaan wabah virus corona harga ikan tuna turun drastis.
Sebelumnya, harga ikan tuna dibeli dengan harga Rp.35 ribu/kg, tapi setelah adanya wabah corona ikan tuna hanya dibeli dengan harga Rp. 26 ribu/kg. Begitu juga dengan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin subsidi, membuat para nelayan kesulitan melaut.
Sekitar satu jam masa menggelar unjuk rasa, masa kemudian menggelar hearing dengan anggota DPRD, Kadis Kelautan dan Perikanan, Suryani Antarani, Kadis Perindakop-UKM, Nasrun Mahasari dan Manajer PT Harta Samudra, Imade Mali Hartdana.
Salah satu masa aksi, Chilfan Djaguna lantas mempersoalkan peran Dinas DKP Pulau Morotai yang terkesan melepas tangan terkait menurunnya harga ikan tuna.
“Sebagai Dinas seharusnya mencari solusi, bukan menyampaikan keluhan,” katanya dalam hearing yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Morotai, Rusminto Pawane.
Ia juga mempertanyakan keberadaan Disprindakop yang terkesan tidak menyediakan BBM subsidi dan tidak mengawasinya, untuk itu dirinya mempersilahkan ke pihak lain untuk membuka BMM bagi para nelayan.
“PT Harta Samudra dan pihak SKPT ssbagai pembeli harus menjelaskan subdisi es, karena es yang diberikan terbatas, harga ikan turun drastis, ketika waktu ikan panen, dua hari sudah ditutup, ikan ruask kemudian dikembalikan ke nelayan, ini bikin nelayan rugi itu artinya mereka tidak mampu, jika tidak mampu harus buka peluang perusahan lain untuk masuk ke Morotai,” ucapnya.
Tidak hanya itu, ia juga mempertanyakan BBM subsidi jenis solar, Karena BBM jenis solar juga didistribusikan, tapi tidak diketahui keberadaannya. “Selama ini yang nelayan gunakan bensin, lalu solarnya dikemenakan, kalau tidak dipakai dikembalikan saja lalu di ganti dengan BBM subsidi jenis bensi karena saat ini juga Kuota Bensi Masi kurang untuk nelayan,” imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Morotai, Suhari Lohor mendesak dinas terkait wajib mengawasi BBM subdisi agar masyarakat dapat menikmati harga BBM subdisi tersebut. Begitu juga dengan harga ikan tuna harus dinaikan.
“Jangan saling lempar tanggungjawab, jika kouta BBM tidak cukup maka ditambah. Nelayan di Morotai sekitar 3.000 lebih, kami meminta SKPT menambah kouta BMM. Seharusnya BBM harus ditetapkan harga BBM diharga tertinggi Rp.7.000 atau Rp.7.500, kalau dinaikan lebih diharga yang disebut, maka sudah pasti nelayan menjerit dan bukan sejahtera malah ini membuat nelayan menjadi miskin,” jelasnya.
Manejer PT Harta Samudra, Imade Mali Hartdana mengungkapkan menurunnya harga ikan, karena mengikuti harga ikan secara nasional, bukan atas keinginan mereka. “Awalnya harga ikan Rp.30 ribu, tapi kami beli dengan harga Rp.35 ribu, dengan adanya ekspor perdana kami beli dengan harga Rp.37 ribu. Karena adanya wabah corona, secara nasioanal dibeli dengan harga Rp. 26 ribu dan kami mengikuti pembelian harga nasional, dari pada tidak beli sama sekali, jika kami dianggap bermain harga ikan, mari datang sama-sama langsung ke SKPT, karena kami tidak membodoh-bodohi nelayan,” tuturnya.
Bahkan, ia mengaku tidak mengintervensi pembelian ikan. Karena bukan saja mereka yang membeli ikan, tapi terdapat koperasi juga membeli ikan seperti yang mereka beli.”Jika ada investasi lain masuk silahkan, kami tidak pernah mengitervensi,” terangnya.
Kadis Perindakop-UKM, Nasrun Mahasari berujar selama ini distribusi BBM ke SKPT tidak masalah, harga BBM jenis bensin dan solar dijual dengan harga yang telah ditetapkan, yakni bensin dijual dengan harga Rp. 6.400/liter dan solar Rp. 5.150/liter.
Sementara, Kadis KKP Morotai, Suryani Antarani menjelaskan, untuk memperoleh BBM khususnya di SKPT nelayan wajib memiliki KTP atau kartu nelayan. Jika terdapat BBM berbeda dengan harga yang telah ditetapkan, maka itu kesepakatan antara nelayan dan suplayer.
Untuk menambah kouta BBM, ia sudah berulang kali meminta pihak terkait. Sayangnya, hingga saat ini, permintaannya tidak pernah digubris. Bahkan ia mengakui nelayan memiliki peran penting, karena dengan adanya penjualan ikan tuna memberikan sumbangan devisa negara sebesar Rp40 miliyar dan PAD untuk Pemda.
“Nelayan Morotai sebanyak 3.000 lebih, sebanyak 900 ratus lebih belum mendapatkan asuransi. Dan yang belum mendapatkan asuransi kami upayakan, karena asuransi ini sangat penting bagi nelayan, untuk nelayan terkena musibah dilaut mendapatkan biaya asuransi sebesar Rp200 juta. Sementara di darat Rp100 juta lebih. Untuk itu kami minta kerja sama dengan nelayan. Yang belum mengurus asuransi perlu diurusi. Ini demi kebaikan para nelayan,” tandasnya.(lud)
Komentar