WEDA, PNc–DPRD Halteng, melalui Panja dewan, Kuker ke lokasi lahan milik Pemda Halteng, di Nuspera I dan II, Desa Lelilef dan Sawai, Kecamatan Weda Tengah, Sabtu (21/6). Lahan milik Pemda seluas 147 hektar ini, diduga telah dimanfaatkan PT. Weda Bay Nickel (WBN), tanpa sepengetahuan Pemda Halteng.
Hal itu diketahui setelah Panja Dewan melakukan kunjungan kerja, melibatkan Bappelitbangda, BPKAD dan Dispenda, serta Badan Pertahanan Nasional ke lokasi tersebut.
“Kunjungan di lapangan, Panja libatkan instansi tekhnis di lingkup Pemkab Halteng. Seperti Bappelitbangda, Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum, BPKAD, dan Dispenda. Panja juga mengikut sertakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Halteng selaku instansi vertikal,” kata Ketua Panja DPRD Halteng, Nuryadin Ahmad.
Nuryadin mengatakan, Kuker ke lokasi Blok Nuspera adalah untuk memastikan apakah 147 hektar lahan sudah dimanfaatkan atau belum. Ternyata secara faktual di lapangan, lahan sudah dikelola dan seluruhnya telah dikuasai PT. WBN. Bahkan, batas lahan tersebut hampir tidak diketahui titik koordinatnya.
Padahal, secara administrasi, pelepasan hak Pemda Halteng ke PT. WBN untuk kepentingan pembangunan bandara di areal Blok Nuspera hanya 43 hektar. Itu artinya, masih tersisa 147 Hektar. “Ini aset Pemda, yang ketika ada pihak yang mau kelola, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah daerah,” ucap Nuryadin.
Ia juga mengatakan, Panja sebelum ke lokasi, lebih dahulu melakukan pertemuan untuk mendapat informasi dengan beberapa tokoh masyarakat di kantor camat Weda Tengah. Dari pertemuan itu, Panja mendapat informasi, bahwa pada tahun 2012 – 2013, ada ganti rugi lahan di lokasi Nuspera I dan II oleh PT. WBN dengan masyarakat.
“Yang jadi pertanyaan adalah, PT. WBN mengetahui bahwa lahan itu adalah aset Pemda. Kenapa harus ada ganti rugi lahan dengan orang yang mengklaim itu hak milik mereka,” jelasnya.
Panja kata Nuryadin, juga mendapati informasi di lapangan, bahwa kurang lebih 1 hektar lahan di Blok Nuspera II, diklaim oknum tertentu menjadi milik mereka, dengan dasar SKT dari Kepala Desa (Kades). “Bagi kami, ini sebuah hal adminisitrasi pemerintahan yang nanti berakibat hukum,” tegasnya.
Untuk itu, Panja mendesak Pemda Halteng, segera mengambil alih 1 hektar lahan yang dikontrakan ke PT STM, salah satu kontraktor mining PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), untuk dipasang patok pengaman. Karena itu sah menjadi hak Pemda Halteng.
“Permasalahan berikutnya juga terkait areal Nuspera, sebagian besar sudah disertifikat dengan status Hak Guna Bangunan. Tapi anehnya, itu juga tidak dilaporkan ke pemerintah daerah,” papar politisi PDI Perjuangan ini.
Anggota DPRD Dapil II Halteng ini menuturkan, lantaran pertanyaan yang butuh penyelidikan lebih lanjut, maka Panja DPRD statusnya dinaikkan menjadi Panitia Khusus (PANSUS). Sehingga ada hak penyidikan dan penyelidikan, khusunya Blok Nuspera I dan II.
“Saya berharap ke para pihak, baik person maupun lembaga yang terlibat dalam persoalan Nuspera ini, agar lebih kooparatif dengan kerja Pansus nantinya. Sehingga problem lahan di Blok Nuspera bisa ada titik penyelesaian dengan pihak Pemda Halteng selaku pemilik hak atas areal itu,” tandas mantan Ketua DPRD Halteng ini.
Anggota DPRD tiga periode ini pun berharap, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Bagian Pemerintahan, segera membuat sertifikat aset-aset khususnya tanah Pemda yang telah dibebaskan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik di Weda maupun luar Weda. Sebab Blok Nuspera ini menjadi pengalaman.
“Saya tegaskan ke Pemda, agar segera menyurat juga ke PT. WBN untuk melaporkan secara transparan ke Pemda Halteng, akan seluruh dukumen terkait proses jual beli lahan yang ada di Blok Nuspera,” tegasnya.
Seraya mengungkapkan, pansus bakal alout terhadap penyelesaian masalah Blok Nuspera ini. Karena ini menyangkut kepentingan aspek pendapatan daerah untuk membangun masyarakat dan daerah di masa datang.
Lebih jauh, Ketua Bapemperda ini menjelaskan, mengapa tanah di Blok Nuspera diklaim sebagai aset Pemda. Karena di lokasi ini merupakan areal perkebunan kelapa yang dikuasai negara. Negara kemudian memberikan kuasa kepada PT. Perkebunan Nusantara XIV untuk mengelola areal tersebut.
Setelah sekian tahun perusahan perkebunan mengelolah kebun negara itu, selanjutnya PT. Perkebunan nusantara XIV mengembalikan kepada negara sebagai areal non ekonomis kepada menteri Pertanian (Mentan), dan Menteri Keuangan (Menkeu). Melalui dua kementrian itu lanjutnya, diterbitkan surat pelepasan hak kepada kepada pemerintah daerah pada tahun 1985.
“Jadi dengan dasar itu kemudian PT. Perkebunan nusantara melakukan serah terima areal Non Ekonomis PNP XXVIII di Maluku tanggal 25 Agustus 1986 antara Direktur Utama PTP kepada Gubernur Kepala daerah tingkat I maluku dengan sejumlah dokumen yang sangat lengkap. Jadi masi masa provinsi maluku dulu,” ungkapnya.
Ditambahkan, dalam lampiran dokumen tersebut, secara jelas menyebutkan lokasi khusus untuk Kabupaten Halmahera Tengah, terdapat 3 Lokasi. Diantaranya, Tilope I, II, dengan luas 365,62 Hektar, Nuspera I, II, 190,94 ha, Samdi 73,84 ha. “Ini kami jelaskan agar publik Halteng memahami, kenapa Blok Nuspera diklaim sebagai aset Pemda Halteng,” tandasnya.(rid)
Komentar